Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang
sering dipakai di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu
sebenarnya adalah sekum. Fungsi organ ini tidak diketahui, namun sering
menimbulkan masalah kesehatan. Insidens apendisitis akut di negara maju lebih
tinggi daripada di negara berkembang, namun dalam tiga empat dasawarsa terakhir
menurun secara bermakna. Kejadian ini diduga disebabkan oleh meningkatnya
penggunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Insidens pada laki-laki dan
perempuan umumnya sebanding, kecuali pada kelompok umur 20-30 tahun, insidens pada
laki-laki lebih tinggi. Apendisitis akut dapat ditemukan pada semua umur, hanya
pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada
kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun.
Apendiks
menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara
normal dicurahkan dalam ke lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan
aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis
apendisitis. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated
lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap
infeksi. Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh sebab jumlah jaringan limfoid di sini kecil sekali jika dibandingkan
dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.
A. ETIOLOGI
Apendisitis akut merupakan infeksi
bacteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen
apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus di samping
hyperplasia jaringan limfoid, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat
pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
apendisitis ialah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan-makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi
terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal,
yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis
akut.
B. PATOLOGI
Sesuai dengan yang disebutkan di atas,
maka patologi yang didapat pada apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian
melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks
dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa
periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrate apendiks.
Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami
perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa
periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai sendiri
secara lambat. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
sebagai mengalami eksaserbasi akut.
C. GAMBARAN KLINIK
Apendisitis akut sering tampil dengan
gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan
tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum local.
Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan
nyeri visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilicus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa
jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah titik Mc-Burney. Di sini nyeri
dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatic
setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tidakan itu dianggap
berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Bila terdapat
perangsangan peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau
batuk.
D. PEMERIKSAAN
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar
37,5-38,5oC. Bila suhu tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa
terdapat perbedaan suhu aksilar dan rectal sampai 1oC. Pada inspeksi
perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada
massa atau abses apendikuler. Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada
regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini
merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri
di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada apendisitis retrosekal
atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
E. DIAGNOSIS
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan
cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah pada
sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding
laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan terutama yang masih muda
sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari
genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit
ginekologik lain. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut
bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah
sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam. Foto barium kurang dapat dipercaya.
Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi
pada kasus yang meragukan.
F. LABORATORIUM
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu
menegakkan diagnosis apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat
leukositosis, terlebih pada kasus dengan komplikasi.
G. DIAGNOSIS BANDING
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit
perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding, yaitu: gastroenteritis, demam
dengue, limfadenitis mesenterika, gangguan alat kelamin perempuan, infeksi
panggul, kehamilan di luar kandungan, kista ovarium terpuntir, endometriosis
eksterna, urolitiasis pielum/ ureter kanan. Penyakit lain yang perlu dipikirkan
adalah peradangan di perut seperti diverticulitis Meckel, perforasi tukak
duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pancreatitis, diverticulitis kolon,
obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan
mukokel apendiks.
H. PENGOBATAN
Bila diagnosis klinik sudah jelas maka
tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan
yang baik. Penundaan tindak bedah sambil pemberian antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perforasi. Apendektomi dapat dilakukan secara terbuka
ataupun dengan cara laparoskopi. Bila apendektomi terbuka, insisi Mc-Burney
paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak
jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan.
Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan
akan segera menentukan akan dilakukan operasi atau tidak. Pada apendisitis
tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotic, kecuali pada
apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata.
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan
adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks
yang telah mengalami pendinginan sehingga berupa massa yang terdiri dari
kumpulan apendiks, sekum, dan keluk usus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar