Yang
dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai
dengan peningkatan kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang
segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di Indonesia saat ini penyakit DM
belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas
dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibat
penyulit menahun yang ditimbulkannya.
Dari
berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar
1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu
penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %.
Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di
Indonesia membuktikan adanya kenaikan prevalensi dari tahun
ketahun. Berdasarkan pola pertambahan penduduk , diperkirakan pada tahun
2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM ,
suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis /
subspesialis / endokrinologis.
Dalam
strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM, yang seyogyanya diintegrasikan
kedalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum adalah sangat penting.
Kasus DM yang tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh
dokter umum. Apalagi kalau kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat
terkendali baik dengan pengelolaan ditingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu
saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut jangka panjang pada para
pasien tersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secara
periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola
DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat
dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM
yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya, pasien DM dengan penyulit,
apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi
yang lebih mampu dengan peralatan yang lebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di
Fakultas Kedokteran / Rumah Sakit Pendidikan / RS Rujukan Utama. Untuk
mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM
dan untuk menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal
bagi penderita DM. Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita
seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat
dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan
keluarganya. Penyuluhan kepada pasien dan keluarganya akan sangat
membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil
pengelolaan DM.
A.
Pengertian
Diabetes
melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Diabetes
mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan antara lain oleh
defisiensi insulin yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi sehingga
memerlukan manajemen terapi yang intensif. Terapi yang diberikan pada penderita
DM tipe 2 adalah terapi non-obat yang berupa diet dan latihan fisik (olahraga)
dan terapi obat oral antidiabetika (OAD). Tetapi pada keadaan dekompensasi
metabolik berat, maka diperlukan terapi insulin atau kombinasi insulin OAD.
Karena jenis OAD maupun insulin yang tersedia cukup banyak, maka pemilihan
penggunaan preparat insulin dan OAD sangat ditentukan oleh kondisi penderita
termasuk kadar glukosa darah
B.
Pembagian
DM
·
DM tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah
diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon
insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal
ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans
pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini,
Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin
yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet
dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1.
Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor
kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada
anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering
muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
·
DM Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah
dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya,
dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini
dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin,
resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan
jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin
di dalam darah.
Ada beberapa teori yang
mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor
kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula
darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat
badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum
maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai
dipertimbangkan untuk diberikan.
·
DM tipe lain:
A. Defek
genetik fungsi sel beta :
- Maturity
Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
- DNA
mitokondria
B. Defek
genetik kerja insulin
C. Penyakit
endokrin pankreas :
- Pankreatitis
- Tumor pankreas /pankreatektomi
- Pankreatopati fibrokalkulus
D. Endokrinopati
:
- Akromegali
- Sindrom Cushing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
E. Karena
obat/zat kimia :
- Vacor,
pentamidin, asam nikotinat
- Glukokortikoid, hormon tiroid
- Tiazid, dilantin, interferon alfa
dan lain-lain
F. Infeksi
:
- Rubella
kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
G. Sebab
imunologi yang jarang :
- Antibodi
anti insulin
H. Sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM :
- Sindrom Down,
sindrom Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.
· DM pada masa kehamilan (Gestasional)
Klasifikasi
DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
- Klas
I : Gestasional diabetes,
yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.
- Klas
II : Pregestasional diabetes,
yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.
- Klas
III : Pregestasional diabetes yang
disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati,
penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer.
90% dari wanita hamil
yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II) dan
DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM,
tipe I).
C.
Patofisiologi
Pada
diabetes tipe 2, yang umumnya diawali dengan terjadinya resistensi insulin.
Awalnya resistensi belum mengakibatkan diabetes secara klinis. Pada saat
tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi
suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit
meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan sel beta pancreas, baru
akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan peningkatan
kadar gula darah yang memenuhi criteria diagnose diabetes.
Dengan
dasar pengetahuan ini maka dapat diperkirakan bahwa dalam pengelolaan diabetes
tipe 2 sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut:
1. resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati
2. kenaikan produksi
glukosa oleh hati
3. kekurangan sekresi insulin oleh pancreas.
D.
Penyebab DM
E.
Diagnosis
Ø Kriteria Diagnosis:
1. Gejala
klasik DM + gula darah sewaktu >200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan
hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan
terakhir.
Atau:
2.
Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak
mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Atau:
3.
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.
Ø Pemeriksaan
Laboratorium
v Cara
pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
• Tiga
hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
• Berpuasa
paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
• Diperiksa
kadar glukosa darah puasa
• Diberikan
glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam
250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
• Berpuasa
kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum
larutan glukosa selesai
• Diperiksa
kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
• Selama
proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil
pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat digolongkan
kedalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
-
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah
puasa antara 100 – 125mg/dl.
v Reduksi
Urine
Pemeriksaan reduksi
urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan
diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya glukosuria. Beberapa hal yang perlu
diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:
ü Digunakan
pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan
ü Diagnosis
ü Nilai
(+) sampai (++++)
ü Jika
reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria,
obat-obatan, dan lainnya
ü Reduksi
(++): kemungkinan KGD: 200 –300 mg%
ü Reduksi
(+++):
kemungkinan KGD: 300 –400 mg%
ü Reduksi
(++++):
kemungkinan KGD: 400mg%
ü Dapat
digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa
dijadikan pedoman
F.
Manifestasi Klinik
Tanda
awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu
dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita
kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak
semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang
dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat
merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang
berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine
meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat
badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa
pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan
lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun
penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila
luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena
infeksi terutama pada kulit.
Kondisi
kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan
diri bahkan memasuki tahapan koma.
F. Penatalaksanaan
Penderita
diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir,
Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan
berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada
penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan
difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula
dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi
berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang
diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian
suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan
kadar gula darah.
Insulin sampai
saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Kerja cepat (rapid acting)
Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin
(Crystal Zinc Insulin). Bentuknya
larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6
jam. Merupakan
satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur
dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
2. Kerja menengah (intermediate acting)
Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH,
Insulin Lente. Dengan
menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin
lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi
sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena
protamin bukanlah protein.
3. Kerja panjang ( long acting)
Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI.
Insulin bentuk ini diperlukan untuk
tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang
beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu
imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.
Cara pemberian
insulin ada beberapa macam:
a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni
dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
b) intramuskuler: penyerapannya lebih
cepat 2 kali lipat daripada subkutan,
c) subkutan: penyerapanya tergantung
lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih
cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin
animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan
subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal
sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk
pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150
mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik
turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10
mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak
lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di
tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan
frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan
insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U).
Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah
kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin
mengandung 25-30 IU/mg.
G.
Komplikasi DM
1. Makrovaskular:
stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren.
2. Mikrovaskular:
retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf (stroke,
neuropati).
3. Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar