Senin, 05 September 2011

Diabetes Melitus


Yang dimaksud dengan Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Di  Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya, yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibat penyulit menahun yang ditimbulkannya.
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 – 2,3 % pada penduduk usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %.  Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia  membuktikan adanya kenaikan prevalensi  dari tahun ketahun.  Berdasarkan pola pertambahan penduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis / subspesialis / endokrinologis.
Dalam strategi pelayanan kesehatan bagi penderita DM, yang seyogyanya diintegrasikan kedalam pelayanan kesehatan primer, peran dokter umum adalah sangat penting. Kasus DM yang tanpa disertai dengan penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum. Apalagi kalau kemudian kadar glukosa darah ternyata dapat terkendali baik dengan pengelolaan ditingkat pelayanan kesehatan primer. Tentu saja harus ditekankan pentingnya tindak lanjut  jangka panjang pada para pasien tersebut. Pasien yang potensial akan menderita penyulit DM perlu secara periodik dikonsultasikan kepada dokter ahli terkait ataupun kepada tim pengelola DM pada tingkat lebih tinggi di rumah sakit rujukan. Kemudian mereka dapat dikirim kembali kepada dokter yang biasa mengelolanya. Demikian pula pasien DM yang sukar terkendali kadar glukosa darahnya, pasien DM dengan penyulit, apalagi penyulit yang potensial fatal, perlu dan harus ditangani oleh instansi yang lebih mampu dengan peralatan yang lebih lengkap, dalam hal ini Pusat DM di Fakultas Kedokteran / Rumah Sakit Pendidikan / RS Rujukan Utama.  Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna dan berhasil guna bagi pasien DM dan untuk menekan angka penyulit, diperlukan suatu standar pelayanan minimal bagi penderita DM. Diabetes Melitus adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup, sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, tetapi lebih penting lagi keikutsertaan  pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan  kepada pasien dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan DM.

A.    Pengertian
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (meningkatanya kadar gula darah) yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan antara lain oleh defisiensi insulin yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi sehingga memerlukan manajemen terapi yang intensif. Terapi yang diberikan pada penderita DM tipe 2 adalah terapi non-obat yang berupa diet dan latihan fisik (olahraga) dan terapi obat oral antidiabetika (OAD). Tetapi pada keadaan dekompensasi metabolik berat, maka diperlukan terapi insulin atau kombinasi insulin OAD. Karena jenis OAD maupun insulin yang tersedia cukup banyak, maka pemilihan penggunaan preparat insulin dan OAD sangat ditentukan oleh kondisi penderita termasuk kadar glukosa darah

B.     Pembagian DM
·      DM tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita diebetes tipe 1 haruslah diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya, sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai penyakit.
·      DM Tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.

·      DM tipe lain:
A. Defek genetik fungsi sel beta :
- Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3.
- DNA mitokondria
B. Defek genetik kerja insulin
C. Penyakit endokrin pankreas :
- Pankreatitis
- Tumor pankreas /pankreatektomi
- Pankreatopati fibrokalkulus
D. Endokrinopati :
- Akromegali
- Sindrom Cushing
- Feokromositoma
- Hipertiroidisme
E. Karena obat/zat kimia :
- Vacor, pentamidin, asam nikotinat
- Glukokortikoid, hormon tiroid
- Tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain
F. Infeksi :
- Rubella kongenital, Cytomegalovirus (CMV)
G. Sebab imunologi yang jarang :
- Antibodi anti insulin
H. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM :
- Sindrom Down, sindrom Kleinfelter, sindrom  Turner, dan lain-lain.
·      DM pada masa kehamilan (Gestasional)
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
-  Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.
-  Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.
-  Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer.
90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).


C.     Patofisiologi
Pada diabetes tipe 2, yang umumnya diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi belum mengakibatkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pancreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidak sanggupan sel beta pancreas, baru akan terjadi diabetes mellitus secara klinis, yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang memenuhi criteria diagnose diabetes.
Dengan dasar pengetahuan ini maka dapat diperkirakan bahwa dalam pengelolaan diabetes tipe 2 sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut:
1. resistensi insulin pada jaringan lemak, otot dan hati
2.  kenaikan produksi glukosa oleh hati
3. kekurangan sekresi insulin oleh pancreas.


D.    Penyebab DM

E.     Diagnosis
Ø Kriteria Diagnosis:
1.    Gejala klasik DM + gula darah sewaktu >200 mg/dl. Gula darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
Atau:
2. Kadar gula darah puasa > 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.
Atau:
3. Kadar gula darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan Standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.
Ø Pemeriksaan Laboratorium
v Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)
  Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
  Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
  Diperiksa kadar glukosa darah puasa
  Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
  Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
  Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
  Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM, maka dapat digolongkan kedalam kelompok TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh.
- TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 – 199 mg/dl
- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 – 125mg/dl.
v Reduksi Urine
Pemeriksaan reduksi urine merupakan bagian dari pemeriksaan urine rutin yang selalu dilakukan diklinik. Hasil yang (+) menunjukkan adanya glukosuria. Beberapa hal yang perlu diingat dari hasil pemeriksaan reduksi urine adalah:
ü Digunakan pada pemeriksaan pertama sekali untuk tes skrining, bukan untuk menegakkan
ü Diagnosis
ü Nilai (+) sampai (++++)
ü Jika reduksi (+): masih mungkin oleh sebab lain, seperti: renal glukosuria, obat-obatan, dan lainnya
ü Reduksi (++): kemungkinan KGD: 200 –300 mg%
ü Reduksi (+++): kemungkinan KGD: 300 –400 mg%
ü Reduksi (++++): kemungkinan KGD: 􀂕 400mg%
ü Dapat digunakan untuk kontrol hasil pengobatan
 Bila ada gangguan fungsi ginjal, tidak bisa dijadikan pedoman

F.     Manifestasi Klinik
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma.

F. Penatalaksanaan
Penderita diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
Insulin sampai saat ini dikelompokkan menjadi beberapa jenis antara lain:
1. Kerja cepat (rapid acting)
Contoh: Actrapid, Humulin R,Reguler Insulin (Crystal Zinc Insulin). Bentuknya larutan jernih, efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan, durasi kerja sampai 6 jam. Merupakan satu-satunya insulin yang dapat dipergunakan secara intra vena. Bisa dicampur dengan insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang.
2. Kerja menengah (intermediate acting)
Contoh: Insulatard, Monotard, Humulin N, NPH, Insulin Lente. Dengan menambah protamin (NPH / Neutral Protamin Hagedom) atau zinc (pada insulin lente), maka bentuknya menjadi suspensi yang akan memperlambat absorpsi sehingga efek menjadi lebih panjang. Bentuk NPH tidak imunogenik karena protamin bukanlah protein.
3. Kerja panjang ( long acting)
Contoh: Insulin Glargine, Insulin Ultralente, PZI. Insulin bentuk ini diperlukan untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan. Semua jenis insulin yang beredar saat ini sudah sangat murni, sebab apabila tidak murni akan memicu imunogenitas, resistensi, lipoatrofi atau lipohipertrofi.
Cara pemberian insulin ada beberapa macam:
a) intra vena: bekerja sangat cepat yakni dalam 2-5 menit akan terjadi penurunan glukosa darah,
b) intramuskuler: penyerapannya lebih cepat 2 kali lipat daripada subkutan,
c) subkutan: penyerapanya tergantung lokasi penyuntikan, pemijatan, kedalaman, konsentrasi. Lokasi abdomen lebih cepat dari paha maupun lengan. Jenis insulin human lebih cepat dari insulin animal, insulin analog lebih cepat dari insulin human.
Insulin diberikan subkutan dengan tujuan mempertahankan kadar gula darah dalam batas normal sepanjang hari yaitu 80-120 mg% saat puasa dan 80-160 mg% setelah makan. Untuk pasien usia diatas 60 tahun batas ini lebih tinggi yaitu puasa kurang dari 150 mg% dan kurang dari 200 mg% setelah makan. Karena kadar gula darah memang naik turun sepanjang hari, maka sesekali kadar ini mungkin lebih dari 180 mg% (10 mmol/liter), tetapi kadar lembah (through) dalam sehari harus diusahakan tidak lebih rendah dari 70 mg% (4 mmol/liter). Insulin sebaiknya disuntikkan di tempat yang berbeda, tetapi paling baik dibawah kulit perut.
Dosis dan frekuensi penyuntikan ditentukan berdasarkan kebutuhan setiap pasien akan insulin. Untuk tujuan pengobatan, dosis insulin dinyatakan dalam unit (U). Setiap unit merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak 45 mg% dalam bioassay. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 IU/mg.

G.    Komplikasi DM
1.    Makrovaskular: stroke, penyakit jantung koroner, ulkus/ gangren.
2.    Mikrovaskular: retina (retinopati) dan ginjal (gagal ginjal kronik), syaraf (stroke, neuropati).
3.     Koma: hiperglikemi, hipoglikemi, stroke.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar