Senin, 05 September 2011

Autism


Gangguan Autism
2.1.1        Definisi Autism
Autism pertama kali ditemukan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner menyebutkan bahwa autism adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004). Menurut dr. Faisal Yatim (dalam Suryana, 2004), autism bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian terhadap sekitar, sehingga anak autism hidup dalam dunianya sendiri. Autism tidak termasuk ke dalam golongan suatu penyakit tetapi suatu kumpulan gejala kelainan perilaku dan kemajuan perkembangan. Dengan kata lain, pada anak Autism terjadi kelainan emosi, intelektual dan kemauan atau yang disebut dengan gangguan pervasif (Suryana, 2004).
Berdasarkan hal di atas, maka autism adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak yang mengakibatkan gangguan atau keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Widyawati, 1997).

2.1.2        Etiologi Autism
            Berikut ini beberapa dugaan penyebab autism dan diagnosis medisnya:

1.    Gangguan Susunan Saraf Pusat
Eric Courchesne dari Departement of Neurososciences, School of Medicine, University of California, SanDiego, melakukan MRI pada para penyandang autism dan menemukan bahwa cerebellum pada sebagian penyandang autism lebih kecil dari pada anak normal, yaitu terutama pada lobus ke VI-VII. Penemuannya ini kemudian makin dikukuhkan oleh 17 penelitian lain yang dilakukan di sepuluh pusat penelitian, antara lain di Kanada, Francis dan Jepang. Penelitian ini melibatkan 250 penyandang autism, dimana pada kebanyakan dari mereka ditemukan pengecilan cerebellum. Pemeriksaan pencitraan resonansi magnetik (MRI) menemukan hipoplasia pada lobus vermal VI dan VII serebral, dan penelitian MRI lain menemukan abnormalitas kortikal, terutama polimikrogria pada beberapa pasien autis. Suatu pemeriksaan otopsi menemukan penurunan hitung sel purkinje yang menyebabkan kelainan kesadaran, dan proses sensorik, daya ingat, berpikir dan juga proses atensi atau perhatian (Maulana, 2007).
Selain cerebellum juga terjadi gangguan sistem limbik pada anak autism. Sistem limbik merupakan pusat emosi yang terletak dibagian dalam otak. Penelitian Barman dan Kemper (S.M. Edelson, 1995) menemukan adanya kelainan yang khas di daerah sistem limbik yang disebut hippocampus dan amigdala. Dalam kedua organ tersebut sel-sel neuron tumbuh dengan  padat dan kecil-kecil, sehingga fungsinya menjadi kurang baik. Kelainan itu diperkirakan terjadi semasa janin (Kuwanto & Natalia, 2001).











 

2.    Faktor Genetika
            Gejala autis pada anak disebabkan oleh faktor turunan. Setidaknya telah ditemukan dua puluh gen yang terkait dengan autism. Akan tetapi gejala autism baru bisa muncul jika terjadi kombinasi banyak gen. Autism bisa saja tidak muncul meskipun anak membawa gen autism. Jadi, ini memerlukan faktor pemicu lain (Suryana, 2004).
3.    Keracunan Logam Berat
Belakangan ini banyak beredar makanan ringan dan aneka mainan yang mengandung bahan logam berat. Kandungan logam berat ini diduga sebagai penyebab kerusakan otak pada anak autis. Hal ini bisa saja terjadi karena adanya sekresi logam berat dari tubuh terganggu secara genetis. Beberapa logam berat seperti arsenik (As), antimon (Sb), kadmium (Cd), air raksa (Hg), dan timbal (Pb) adalah racun otak yang sangat kuat. Kemungkinan lain anak autis disebabkan karena keracunan merkuri. Keracunan merkuri pada anak-anak autis masih dapat ditanggulangi dengan melakukan terapi kelasi, yaitu dengan mengeluarkan merkuri dari otak mereka (Suryana, 2004).
            Sampel urine dari ratusan anak Prancis membuktikan adanya hubungan antara autism dan paparan logam berat. Bila ini benar, maka beberapa kasus autism dapat disembuhkan dengan kelasi. Sampel urine anak-anak autism mengandung kadar porfirin yang sangat tinggi. Porfirin adalah suatu jenis protein yang memegang peran penting dalam memproduksi haem, yaitu komponon yang membawa oksigen dalam hemoglobin. Logam berat menghalangi produksi haem dan menyebabkan porfirin tertumpuk dalam urine. Konsentrasi dari molekul coproporphyrin 26 kali lebih tinggi dalam urine anak autism dibandingkan dengan anak normal (Suryana, 2004).
            Richard Lathe dari Pieta Research di Edinburgh, Inggris, mengatakan bahwa kemungkinan besar autism terjadi karena logam-logam berat tersebut. Menurut Lathe, metabolit porfirin mengikat reseptor di otak dan dapat menimbulkan epilepsi dan autism. Para peneliti tersebut mengembalikan kadar porfirin menjadi normal pada dua belas anak dengan cara melakukan kelasi, yaitu membersihkan dan mengeluarkan logam berat dari tubuh. Belum diketahui apakah gejala anak-anak tersebut telah membaik. Akan tetapi menurut Lathe, ia mendapatkan laporan yang positif (Maulana, 2007).

2.1.3        Tanda, Gejala dan Diagnosa Autism
Tabel 2.1 Pola Perilaku Pada Penderita Autism
 
            Pada anak autism, tanda dan gejala dapat dilihat berdasarkan DSM-IV dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya, yakni yang terdapat pada penderita autism dengan membedakan usia anak. Tanda dan gejala tersebut dapat terlihat sejak bayi dan harus diwaspadai.


USIA
TANDA DAN GEJALA AWAL
0-6 bulan
   §   Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
   §   Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
   §   Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
   §   Tidak “babbling”
   §   Tidak ditemukan senyum sosial di atas 10 minggu
   §   Tidak ada kontak mata di atas umur 3 bulan
   §   Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
6-12 bulan
   §   Bayi tampak terlalu tenang (jarang menangis)
   §   Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
   §   Gerakan tangan dan kaki berlebihan
   §   Sulit bila digendong
   §   Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
   §   Tidak ditemukan senyum sosial
   §   Tidak ada kontak mata
   §   Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
1-2 tahun
   §   Kaku bila digendong
   §   Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da da)
   §   Tidak mengeluarkan kata
   §   Tidak tertarik pada boneka
   §   Memperhatikan tangannya sendiri
   §   Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
   §   Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
2-3 tahun
   §   Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
   §   Melihat orang sebagai “benda”
   §   Kontak mata terbatas
   §   Tertarik pada benda tertentu
   §   Kaku bila digendong
4-5 tahun
   §   Sering didapatkan ekolalia (membeo)
   §   Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
   §   Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
   §   Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala) dan temper tantrum
Sumber: (DSM-IV, 2005)
 
                       
Kriteria Gangguan Autistik dalam DSM-IV, enam atau lebih dari kriteria pada A, B, dan C di bawah ini, dengan minimal dua kriteria dari A dan masing-masing satu dari B dan C:
A.      Dalam interaksi sosial yang terwujud dalam minimal dua dari kriteria berikut:
1.    Tampak jelas dalam penggunaan perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh.
2.    Kelemahan dalam perkembangan hubungan dengan anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan.
3.    Kurang melakukan hal-hal atau aktivitas bersama orang lain secara spontan.
4.    Kurangnya ketimbalbalikan sosial atau emosional.
B.       Dalam komunikasi seperti terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut:
1.    Keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa bicara tanpa upaya untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal.
2.    Pada mereka yang cukup mampu berbicara, yang tampak jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain.
3.    Bahasa yang diulang-ulang atau idiosinkratik
4.    Kurang bermain sesuai tahap perkembangannya
C.       Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotip, terwujud dalam minimal satu dari kriteria berikut ini:
1.    Preokupasi yang tidak normal pada obyek atau aktivitas tertentu
2.    Keterikatan yang kaku pada ritual tertentu
3.    Tingkah laku stereotip
4.    Preokupasi yang tidak normal pada bagian tertentu dari suatu obyek
Keterlambatan dalam minimal satu dari bidang berikut, berawal sebelum usia 3 tahun yakni interaksi sosial, bahasa untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif (Maulana, 2007).

2.1.4        Penatalaksanaan Autism
Selama ini obat yang diberikan untuk mengatasi autism berupa obat antipsikotik yang berefek sebagai pengatur kadar emosional. Padahal, pemberian obat semacam antipsikotik hanya cenderung menjadikan anak lebih pasif dan memungkinkan mengalami penurunan inteligensi. Sejauh ini belum ada kejelasan bahwa obat-obatan tertentu dapat memberikan kemajuan dalam mengatasi perilaku autistik. Begitu juga dengan suplemen yang banyak digunakan untuk anak autism belum bisa dipastikan efektivitasnya (Maulana, 2007).
Hakikatnya, anak autism memerlukan perawatan atau intervensi terapi secara dini, terpadu, dan intensif. Dengan intervensi terapi yang sesuai, penyandang autism dapat mengalami perbaikan dan dapat mengatasi perilaku autistiknya sehingga mereka dapat bergaul secara normal, tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat dan dapat hidup mandiri di masyarakat. Berbagai macam terapi yaitu :
  1. Terapi Wicara
Suara, kata-kata, kalimat dapat diajarkan pada anak autism sesuai dengan kemampuan anak. Terapi wicara diharapkan dapat membantu anak autis yang mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Dengan kemampuan berkomunikasi antara lain anak autism akan terhindar dari tantrum dan menumbuhkan keyakinan bahwa dia tidak sendiri dan ada orang-orang yang menyayanginya. Komunikasi juga menyangkut pemahaman dan pengertian mengenai apa yang disampaikan orang lain, termasuk bagaimana meresponsnya sehingga terjadi interaksi.
  1. Terapi Perilaku/Metode Lovaas
Merupakan terapi perilaku melalui pelatihan dan pendidikan yang melibatkan keluarga dan orang terdekat. Program ini diajarkan secara sistematik, terstruktur dan terukur dengan jadwal yang telah disusun. Diharapkan anak dapat mempunyai perilaku yang baik dalam merespons, berinteraksi dengan orang lain dan mandiri dalam memenuhi kebutuhan pribadinya.
  1. Terapi okupasi
Membantu integrasi sensorik dan keterampilan motorik agar dapat melakukan kegiatan lebih aktif, terarah, dan terpadu. Dengan aktif bergerak, metabolisme tubuh menjadi lebih baik, demikian juga dengan detak jantung dan pencernaan yang menjadi lebih baik. Terapi ini juga dapat digunakan untuk pelatihan emosional anak. Tujuan terapi okupasi adalah pengembangan aktivitas fisik, intelektual, sosial, emosi, maupun kreativitas.
  1. Terapi Integrasi Sensorik
Terapi ini dirancang untuk memberikan perangsangan vestibular (keseimbangan), propioseptip (gerak, tekan & posisi sendi otot), taktil (raba/sentuhan), auditori (pendengaran), dan visual (penglihatan). Anak autism dilatih menghadapi sensitivitas indera. Terapi ini berbentuk permainan, sehingga terapi integrasi sensorik dan aktivitas sosial yang dijalani anak bersifat rekreasi. Terapi ini meliputi juga terapi sentuhan. Setiap anak autism membutuhkan pelukan, sentuhan, rasa aman, dan kasih sayang.
  1. Intervensi Biomedis
Tujuan dari intervensi biomedis adalah memperbaiki metabolisme tubuh dengan obat, vitamin, suplemen, makanan dan terapi diet, juga mengeluarkan logam berat (kelasi).
  1. Terapi Diet
Mengatur pola makan, mencakup jenis makanan, porsi, dan cara pengkonsumsian. Orang tua/keluarga seharusnya mengenal betul jenis makanan apa saja yang dapat menyebabkan efek negatif seperti alergi, intoleransi terhadap makanan, hiperaktif, dan lain-lain sehingga tidak sampai salah dalam menyuguhkan makanan. Terapi diet sangat penting sebab jenis makanan yang dikonsumsi sangat berpengaruh terhadap anak autism. Apabila diet dilanggar dapat memperparah perilaku autistiknya.
7.      Terapi medikamentosa
Pemakaian obat-obatan psikotropik membuktikan adanya perbaikan perilaku dengan tingkat respon sebesar 48-56 persen. Obat psikotropika tersebut seperti antipsikotik atipikal, antidepresan golongan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor), dan psikostimulan. US Food and Drug Administration menyetujui pemberian risperidon dan aripripazole untuk digunakan pada anak autis. Obat itu termasuk dalam golongan obat antipsikotik atipikal yang bekerja pada reseptor dopamin dan serotonin, dan mampu meringankan perilaku agresif dan luapan emosi. Dalam penelitian menunjukkan pemberian risperidon selama 24 minggu efektif mengatasi masalah perilaku anak autis, ujarnya, demikian pula aripripazole dengan rentang dosis 5-15 mg per hari selama delapan minggu menunjukkan perbaikan perilaku hiperaktif dan penarikan diri dibanding dengan kelompok anak yang tidak mendapat obat tersebut (Maulana, 2007).
8.       Terapi musik
Musik ternyata mampu memengaruhi perkembangan intelektual dan membuat anak autism pintar bersosialisasi. Terapi musik merupakan penggunaan dari suara dan musik dalam proses membina hubungan antara anak dengan terapis, yang ditujukan untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional anak (Maulana, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar