Definisi Efusi Pleura Maligna
Efusi Pleura Maligna didefinisikan sebagai efusi
yang terjadi berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel
ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura (American
Thoracic Society, 2001). Penumpukan cairan dalam rongga pleura pada penderita
penyakit keganasan di dalam maupun diluar thoraks, akibat metastasis maupun non
metastasis (Astowo, 2009).
Kenyataannya sel ganas tidak dapat ditemukan pada
sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan dengan penyakit keganasan,
sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas dapat terjadi kekeliruan pada
kasus dengan sitologi / histologi negatif. Pada kasus efusi pleura
bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsy pleura tetapi
ditemukan kanker primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
memasukkannya sebagai EPG. Pada beberapa kasus, diagnosis EPG didasarkan pada
sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang serohemoragik/
hemoragik, berulang, masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau sangat
produktif meskipun telah dilakukan torakosentesis untuk mengurangi volume
cairan intrapleura (Mangunnegoro, 1998).
Epidemiologi Efusi Pleura
Maligna
Meskipun belum ada penelitian epidemilogi untuk EPG
tetapi insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu
sekitar 15% dari seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan
oleh hampir semua jenis keganasan, hampir sepertiga kasus EPG disebabkan oleh
kanker paru. Penelitian postmortem yang
dilakukan di Amerika Serikat mendapatkan EPG sekitar 15% dari 191 kasus
keganasan yang diteliti. Dari kasus kematian karena keganasan pertahun di
Amerika Serikat ditemukan EPG 83.000 dari 656.500 kasus kanker. Pengamatan
selama 3 tahun terhadap kasus efusi pleura di RS persahabatan pada tahun
1994-1997 didapatkan EPG 120 dari 229 (52,4%) kasus (Mangunnegoro, 1998).
3.4 Patofisiologi Efusi Pleura
Maligna
Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi
berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme EPG itu. Akumulasi
efusi di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabiliti pembuluh darah
karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura
parietal dan/ atau viseral. Pendapat lain dikemukakan oleh Rodriguez-Panadero
dkk, setelah meneliti 55 kasus
postmortem tumor pleura. Ditemukan tumor di pleura visceral pada 51 kasus
sedangkan di pleura parietal pada 31 kasus. Hanya pada kasus tumor dengan
perluasan langsung, tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada
viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura
viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal
adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura visceral (Mangunnegoro,
1998).
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung
tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran
hematogen atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan
oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi
penyebab akumulasi cairan di rongga pleura.16 Teori lain menyebutkan terjadi
peningkatan permeabiliti yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin
antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan
vascular endothelial growth factor (VEGF). Penulis lain mengaitkan EPG dengan gangguan
metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang
memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura
‘
Gejala Klinis Efusi Pleura
Maligna
Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak
napas yang berkaitan dengan volume cairan atau keluhan lain maka riwayat
perjalanan klinis yang mengarah ke penyakit keganasan rongga toraks dan organ
luar toraks lain harus dapat digali secara baik, sistematik dan tepat. Faktor
risiko untuk penyakit keganasan lain yang dipunyai pasien dapat memperkuat
analisis, misalnya lakilaki usia lebih dari 40 tahun dan perokok atau perempuan
dengan riwayat pernah dikemoterapi untuk kanker payudara. Kebanyakan kasus EPG
simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan
volume cairan kurang dari 500ml.7-19 Sesak napas adalah gejala tersering pada
kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak (Wang, 2004)
Sesak napas
terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan
keteregangan (compliance) paru, penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum
ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Estenne dkk
menyimpulkan bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada penderita EPG
misalnya perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) tetapi perubahan
itu saja belum memadai untuk dapat menjelaskan mekanisme sesak. Mereka membuat
hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena berkurangnya kemampuan meregang
otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan.20 Gejala lain
adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama
pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma bronkogenik), anoreksia
dan berat badan turun (American Thoracic Society, 2001).
Diagnosa Efusi Pleura Maligna
Diagnosis EPG dengan mudah dan cepat dapat
ditegakkan hanya dengan prosedur diagnosis dan alat bantu diagnostik yang sederhana,
misalnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan
torakosentesis saja. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosis dan
penatalaksanaannya menuliskan langkah awal yang paling penting untuk diagnosis
EPG adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat dan/atau menemukan tumor
primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan juga penyebab lain
misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit nonkeganasan lain.

Diagnosis efusi pleura maligna dibuat berdasarkan
pada temuan klinis, penunjang radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura, baik
analisis maupun sitologi. Masalah utama pada penegakan diagnosis EPM tersebut adalah
untuk menjawab pertanyaan mengenai penentuan etiologi dan tumor primer apakah yang
mendasari kondisi ini. Pasien dengan EPM memberikan riwayat keluhan dan pemeriksaan
yang tidak spesifik dan memerlukan analisis sitopatologi cairan pleura atau jaringan
pleura untuk menegakkan diagnosis. Keluhan pasien dengan EPM biasanya dengan
sesak nafas, batuk, dan penurunan toleransi terhadap latihan, atau dapat juga
asimtomatik, yang diketahui berdasarkan pemeriksaan imaging (Suryanto, 1985).
Beberapa hal khusus yang ditemukan pada pasien berhubungan dengan penyebab efusi
pleuranya antara lain nyeri dada. Pemeriksaan ultrasonogra dada belakangan ini makin
luas penggunaannya untuk mengevaluasi pasienpasien dengan efusi pleura karena
kemampuannya untuk mendeteksi cairan dengan volume yang sedikit (5 cc),
mengidentifikasi gambaran sugestif dari EPM, dan menuntun thoracentesis dan
pemasangan kateter thoraks. Beberapa metode imaging terkini seperti magnetic resonance
imaging (MRI) atau positron emission tomography (PET) dengan (FDG) memberikan angka
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan CT dada dengan
kontras. Tetapi cara pemeriksaan ini biasanya digunakan sebagai tambahan dan
dikombinasikan dengan CT dada (Wang, 2004)
Penatalaksanaan Efusi Pleura
Maligna
Penatalaksanaan EPG harus segera dilakukan sebagai
terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama
penatalaksanaan segera ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan
dan meningkatkan kualiti hidup penderita (Suryanto, 1985). Pada pedoman penatalaksanaan KPKBSK menurut
PDPI, EPG dengan cairan masif yang menimbulkan gejala klinis sehingga
mengganggu kualiti hidup penderita maka dapat dilakukan torakosentesis berulang
atau jika perlu dengan pemasangan water sealed drainage (WSD). Pada kasus-kasus
tertentu harus dilakukan pleurodesis yaitu dengan memasukkan bahan tertentu ke
rongga pleura. Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah dilakukan dan
gagal. Pada EPG yang tidak masif dan gejala klinis ringan terapi khusus tidak
dibutuhkan. Efek terapi diharapkan timbul dari pemberian kemoterapi yang menjadi
pilihan terapi kanker paru. Pilihan kemoterapi berdasarkan jenis sel kanker
paru (KPKBSK atau KPKSK), stage penyakit dan tampilan pasien.
Kemoterapi
adalah pilihan terapi dengan tujuan paliatif untuk KPKSK dan KPKBSK stage IIIB dan
IV. Jika EPG disebabkan tumor lain di luar paru maka penatalaksanaan EPG hanya
untuk mengatasi masalah klinis di paru yang ditimbulkan. Tindakan yang
dilakukan sama dengan penatalaksanaan EPG massif pada kanker paru. Sedangkan
jika EPG dengan klinis ringan terapi berdasarkan tumor primer penyebab (Suryanto, 1985).

Volume cairan yang harus dikeluarkan saat torakosentesis
pada EPG massif tidak baku untuk semua kasus, untuk memutuskan jumlah cairan
yang akan dikeluarkan penting diperhatikan reaksi tubuh pasien, umumnya tidak dianjurkan
mengeluarkan > 1.500 ml satu kali punksi untuk mencegah terjadi syok karena
hipovolemik mendadak dan/ atau reaksi pemutaran organ mediastinum (jantung).
Pengosongan dalam jumlah banyak dan tiba-tiba juga dapat menyebabkan terjadi
peningkatan permeabiliti kapiler sehingga menyebabkan edema paru reekspansi (Suryanto, 1985).
Demikian juga pada kondisi jika harus dilakukan pemasangan WSD, pada awalnya
dilakukan pengaliran secara bertahap dengan jumlah 100-300 ml per 4 jam sampai terjadi produksi harian yang stabil pada
posisi WSD terpasang dan aliran tetap terbuka. Rekomendasi dari BTS tentang
torakosentesis pada EPG; melakukan punksi berulang untuk mengatasi sesak napas
dan WSD hanya dianjurkan bila direncanakan akan dilakukan pleurodesis untuk
mencegah terjadi rekurensi.7 Pada kondisi cairan yang terus diproduksi
dilakukan usaha untuk mengurangi produksi cairan dengan target sel tumor yang
ada di rongga pleura (kemoterapi intrapleura). Biasanya dilakukan setelah
volume cairan yang diproduksi sudah tidak terlalu banyak (<400 ml/hari).
Jenis obat yang sering digunakan untuk tujuan itu adalah bleomisin dengan dosis
45-60 mg/kali atau adriamisin 45 mg/kali (Wang, 2004)
DAFTAR
PUSTAKA
American Thoracic Society. Management of malignant
pleural effusions. Am J Respir CritCare Med 2000; 162: 1987-2001.
Elisna
Syahruddin, Ahmad Hudoyo, Nirwan Arief Departemen Pulmonologi dan Ilmu
Kedokteran Respirasi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia– RS
Persahabatan, Jakarta.
I
B Ngurah Rai Divisi Pulmonologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP
Sanglah Denpasar
Mangunnegoro H. Masalah efusi pleura di Indonesia. J
Respir Indo 1998; 18: 48-50.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru (
kanker paru karsino bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.; 2001.
Wang
ZJ, Reddy GP, Gotway MB, Haggins CB, Johnoni DM, Namaswang M, et al. Malignant
pleural mesothelioma: Evaluation with CT, MR imaging and PET. Radiographics
2004; 24: 105-19.
Suryanto E, Subroto H, Suradi, Siswarni. Penatalaksanaan
Efusi Pleura Ganas (Malignant Pleural
Effusion), Paru 1985; 5 (3): 82-84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar