Senin, 05 September 2011

Efusi Pleura Maligna


Definisi Efusi Pleura Maligna
Efusi Pleura Maligna didefinisikan sebagai efusi yang terjadi berhubungan dengan keganasan yang dibuktikan dengan penemuan sel ganas pada pemeriksaan sitologi cairan pleura atau biopsi pleura (American Thoracic Society, 2001). Penumpukan cairan dalam rongga pleura pada penderita penyakit keganasan di dalam maupun diluar thoraks, akibat metastasis maupun non metastasis (Astowo, 2009).
Kenyataannya sel ganas tidak dapat ditemukan pada sekitar 25% kasus efusi pleura yang berhubungan dengan penyakit keganasan, sehingga jika hanya menggunakan definisi di atas dapat terjadi kekeliruan pada kasus dengan sitologi / histologi negatif.  Pada kasus efusi pleura bila tidak ditemukan sel ganas pada cairan atau hasil biopsy pleura tetapi ditemukan kanker primer di paru atau organ lain, Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) memasukkannya sebagai EPG. Pada beberapa kasus, diagnosis EPG didasarkan pada sifat keganasan secara klinis, yaitu cairan eksudat yang serohemoragik/ hemoragik, berulang, masif, tidak respons terhadap antiinfeksi atau sangat produktif meskipun telah dilakukan torakosentesis untuk mengurangi volume cairan intrapleura (Mangunnegoro, 1998).
 Epidemiologi Efusi Pleura Maligna
Meskipun belum ada penelitian epidemilogi untuk EPG tetapi insidensinya dapat diestimasi berdasarkan data-data yang ada yaitu sekitar 15% dari seluruh penyakit keganasan. Efusi pleura ganas dapat disebabkan oleh hampir semua jenis keganasan, hampir sepertiga kasus EPG disebabkan oleh kanker paru.  Penelitian postmortem yang dilakukan di Amerika Serikat mendapatkan EPG sekitar 15% dari 191 kasus keganasan yang diteliti. Dari kasus kematian karena keganasan pertahun di Amerika Serikat ditemukan EPG 83.000 dari 656.500 kasus kanker. Pengamatan selama 3 tahun terhadap kasus efusi pleura di RS persahabatan pada tahun 1994-1997 didapatkan EPG 120 dari 229 (52,4%) kasus (Mangunnegoro, 1998).
3.4 Patofisiologi Efusi Pleura Maligna
Patofisiologi EPG belum jelas benar tetapi berkembang beberapa hipotesis untuk menjelaskan mekanisme EPG itu. Akumulasi efusi di rongga pleura terjadi akibat peningkatan permeabiliti pembuluh darah karena reaksi inflamasi yang ditimbulkan oleh infiltrasi sel kanker pada pleura parietal dan/ atau viseral. Pendapat lain dikemukakan oleh Rodriguez-Panadero dkk,  setelah meneliti 55 kasus postmortem tumor pleura. Ditemukan tumor di pleura visceral pada 51 kasus sedangkan di pleura parietal pada 31 kasus. Hanya pada kasus tumor dengan perluasan langsung, tumor ditemukan pada pleura parietal tetapi tidak pada viseral. Berdasarkan hasil itu disimpulkan bahwa implikasi sel ganas di pleura viseral terjadi akibat emboli tumor ke paru sedangkan pada pleura parietal adalah akibat kelanjutan proses yang terjadi di pleura visceral (Mangunnegoro, 1998).
Mekanisme lain yang mungkin adalah invasi langsung tumor yang berdekatan dengan pleura, obstruksi pada kelenjar limfe, penyebaran hematogen atau tumor primer pleura (mesotelioma). Gangguan penyerapan cairan oleh pembuluh limfe pada pleura parietal akibat deposit sel kanker itu menjadi penyebab akumulasi cairan di rongga pleura.16 Teori lain menyebutkan terjadi peningkatan permeabiliti yang disebabkan oleh gangguan fungsi beberapa sitokin antara lain tumor necrosing factor-α (TNF-α), tumor growth factor-β (TGF-β) dan vascular endothelial growth factor (VEGF). Penulis lain mengaitkan EPG dengan gangguan metabolisme, menyebabkan hipoproteinemia dan penurunan tekanan osmotik yang memudahkan perembesan cairan ke rongga pleura
 Gejala Klinis Efusi Pleura Maligna
Pada anamnesis kecuali gejala klinis seperti sesak napas yang berkaitan dengan volume cairan atau keluhan lain maka riwayat perjalanan klinis yang mengarah ke penyakit keganasan rongga toraks dan organ luar toraks lain harus dapat digali secara baik, sistematik dan tepat. Faktor risiko untuk penyakit keganasan lain yang dipunyai pasien dapat memperkuat analisis, misalnya lakilaki usia lebih dari 40 tahun dan perokok atau perempuan dengan riwayat pernah dikemoterapi untuk kanker payudara. Kebanyakan kasus EPG simptomatis meskipun sekitar 15% datang tanpa gejala, terutama pasien dengan volume cairan kurang dari 500ml.7-19 Sesak napas adalah gejala tersering pada kasus EPG terutama jika volume cairan sangat banyak (Wang, 2004)
 Sesak napas terjadi karena refleks neurogenik paru dan dinding dada karena penurunan keteregangan (compliance) paru, penurunan volume paru ipsilateral, pendorongan mediastinum ke arah kontralateral dan penekanan diafragma ipsilateral. Estenne dkk menyimpulkan bahwa meskipun terjadi perubahan fungsi paru pada penderita EPG misalnya perubahan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) tetapi perubahan itu saja belum memadai untuk dapat menjelaskan mekanisme sesak. Mereka membuat hipotesis lain yaitu sesak napas terjadi karena berkurangnya kemampuan meregang otot inspirasi akibat terjadi restriksi toraks oleh cairan.20 Gejala lain adalah nyeri dada sebagai akibat reaksi inflamasi pada pleura parietal terutama pada mesotelioma, batuk, batuk darah (pada karsinoma bronkogenik), anoreksia dan berat badan turun (American Thoracic Society, 2001).
 Diagnosa Efusi Pleura Maligna
Diagnosis EPG dengan mudah dan cepat dapat ditegakkan hanya dengan prosedur diagnosis dan alat bantu diagnostik yang sederhana, misalnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan torakosentesis saja. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam alur diagnosis dan penatalaksanaannya menuliskan langkah awal yang paling penting untuk diagnosis EPG adalah memastikan apakah cairan bersifat eksudat dan/atau menemukan tumor primer di paru atau organ lain. Selain itu disingkirkan juga penyebab lain misalnya pleuritis akibat infeksi bakteri atau penyakit nonkeganasan lain.
Diagnosis efusi pleura maligna dibuat berdasarkan pada temuan klinis, penunjang radiologis, serta pemeriksaan cairan pleura, baik analisis maupun sitologi. Masalah utama pada penegakan diagnosis EPM tersebut adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai penentuan etiologi dan tumor primer apakah yang mendasari kondisi ini. Pasien dengan EPM memberikan riwayat keluhan dan pemeriksaan yang tidak spesifik dan memerlukan analisis sitopatologi cairan pleura atau jaringan pleura untuk menegakkan diagnosis. Keluhan pasien dengan EPM biasanya dengan sesak nafas, batuk, dan penurunan toleransi terhadap latihan, atau dapat juga asimtomatik, yang diketahui berdasarkan pemeriksaan imaging (Suryanto, 1985). Beberapa hal khusus yang ditemukan pada pasien berhubungan dengan penyebab efusi pleuranya antara lain nyeri dada.  Pemeriksaan ultrasonogra dada belakangan ini makin luas penggunaannya untuk mengevaluasi pasienpasien dengan efusi pleura karena kemampuannya untuk mendeteksi cairan dengan volume yang sedikit (5 cc), mengidentifikasi gambaran sugestif dari EPM, dan menuntun thoracentesis dan pemasangan kateter thoraks. Beberapa metode imaging terkini seperti magnetic  resonance  imaging (MRI) atau positron  emission  tomography (PET) dengan (FDG) memberikan angka sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dibandingkan CT dada dengan kontras. Tetapi cara pemeriksaan ini biasanya digunakan sebagai tambahan dan dikombinasikan dengan CT dada (Wang, 2004)
 Penatalaksanaan Efusi Pleura Maligna
Penatalaksanaan EPG harus segera dilakukan sebagai terapi paliatif setelah diagnosis dapat ditegakkan. Tujuan utama penatalaksanaan segera ini adalah untuk mengatasi keluhan akibat volume cairan dan meningkatkan kualiti hidup penderita (Suryanto, 1985).  Pada pedoman penatalaksanaan KPKBSK menurut PDPI, EPG dengan cairan masif yang menimbulkan gejala klinis sehingga mengganggu kualiti hidup penderita maka dapat dilakukan torakosentesis berulang atau jika perlu dengan pemasangan water sealed drainage (WSD). Pada kasus-kasus tertentu harus dilakukan pleurodesis yaitu dengan memasukkan bahan tertentu ke rongga pleura. Intervensi bedah dilakukan jika semua usaha telah dilakukan dan gagal. Pada EPG yang tidak masif dan gejala klinis ringan terapi khusus tidak dibutuhkan. Efek terapi diharapkan timbul dari pemberian kemoterapi yang menjadi pilihan terapi kanker paru. Pilihan kemoterapi berdasarkan jenis sel kanker paru (KPKBSK atau KPKSK), stage penyakit dan tampilan pasien.
Kemoterapi adalah pilihan terapi dengan tujuan paliatif untuk KPKSK dan KPKBSK stage IIIB dan IV. Jika EPG disebabkan tumor lain di luar paru maka penatalaksanaan EPG hanya untuk mengatasi masalah klinis di paru yang ditimbulkan. Tindakan yang dilakukan sama dengan penatalaksanaan EPG massif pada kanker paru. Sedangkan jika EPG dengan klinis ringan terapi berdasarkan tumor primer penyebab (Suryanto, 1985).
Volume cairan yang harus dikeluarkan saat torakosentesis pada EPG massif tidak baku untuk semua kasus, untuk memutuskan jumlah cairan yang akan dikeluarkan penting diperhatikan reaksi tubuh pasien, umumnya tidak dianjurkan mengeluarkan > 1.500 ml satu kali punksi untuk mencegah terjadi syok karena hipovolemik mendadak dan/ atau reaksi pemutaran organ mediastinum (jantung). Pengosongan dalam jumlah banyak dan tiba-tiba juga dapat menyebabkan terjadi peningkatan permeabiliti kapiler sehingga menyebabkan edema paru reekspansi (Suryanto, 1985). Demikian juga pada kondisi jika harus dilakukan pemasangan WSD, pada awalnya dilakukan pengaliran secara bertahap dengan jumlah 100-300 ml per 4 jam sampai  terjadi produksi harian yang stabil pada posisi WSD terpasang dan aliran tetap terbuka. Rekomendasi dari BTS tentang torakosentesis pada EPG; melakukan punksi berulang untuk mengatasi sesak napas dan WSD hanya dianjurkan bila direncanakan akan dilakukan pleurodesis untuk mencegah terjadi rekurensi.7 Pada kondisi cairan yang terus diproduksi dilakukan usaha untuk mengurangi produksi cairan dengan target sel tumor yang ada di rongga pleura (kemoterapi intrapleura). Biasanya dilakukan setelah volume cairan yang diproduksi sudah tidak terlalu banyak (<400 ml/hari). Jenis obat yang sering digunakan untuk tujuan itu adalah bleomisin dengan dosis 45-60 mg/kali atau adriamisin 45 mg/kali (Wang, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
American Thoracic Society. Management of malignant pleural effusions. Am J Respir CritCare Med 2000; 162: 1987-2001.

Elisna Syahruddin, Ahmad Hudoyo, Nirwan Arief Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta.

I B Ngurah Rai Divisi Pulmonologi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

Mangunnegoro H. Masalah efusi pleura di Indonesia. J Respir Indo 1998; 18: 48-50.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Kanker paru ( kanker paru karsino bukan sel kecil). Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.; 2001.

Wang ZJ, Reddy GP, Gotway MB, Haggins CB, Johnoni DM, Namaswang M, et al. Malignant pleural mesothelioma: Evaluation with CT, MR imaging and PET. Radiographics 2004; 24: 105-19.

Suryanto E, Subroto H, Suradi, Siswarni. Penatalaksanaan Efusi Pleura  Ganas (Malignant Pleural Effusion), Paru 1985; 5 (3): 82-84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar