Senin, 05 September 2011

Terapi Musik


Terapi musik adalah suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (AMTA, 1997).
          Potter (2001), mendefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu (Natalie, 2000).
        

  Federasi Terapi Musik Dunia (WMFT, 1996) mendefinisikan terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, meningkatkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai berbagai tujuan terapi lainnya (Djohan, 2006)
           Menyebutkan bahwa terapi musik adalah penggunaan musik sebagai alat terapi untuk memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan keadaan mental, fisik dan emosi. Terapi musik juga cara yang mudah yang bermanfaat positif bagi tubuh, psikis, serta meningkatkan daya ingat dan hubungan sosial (Natalie, 2000).

2.3.1        Manfaat Terapi Musik
Manfaat terapi musik untuk kesehatan dan fungsi kerja otak telah diketahui sejak zaman. Para dokter di masa Yunani dan Romawi Kuno menganjurkan metode penyembuhan dengan mendengarkan permainan alat musik seperti harpa atau flute. Penelitian tentang efek-efek positif dari mendengarkan jenis-jenis musik tertentu. Diantaranya:
1. Jazz
Penelitian oleh Blaum pada tahun 2003 mendapatkan hasil bahwa setelah para siswa mendengarkan musik jazz, mod mereka menjadi lebih enak, sehingga membantu para siswa untuk belajar. Hasil penelitian ini kemudian diterapkan oleh Norman L. Barber dan Jameson L. barber dengan memberikan CD Jazz for Success pada mahasiswa tingkat pertama Universitas Massachusetts. Mereka memberikan CD tersebut dengan tujuan agar mahasiswa tingkat satu dapat mengatasi emosi negatif (marah, cemas, depresi, takut) karena sulit menyesuaikan diri dengan dunia perkuliahan. Beberapa contoh musik jazz yang layak didengarkan (vatonie collection) seperti Norah Jones, Natalie Cole, Nat King Cole, dll (Natalie, 2000).
2. Rock
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Leigh Riby dan George Caldwell, Psikolog dari Glasgow Cladenian University membuktikan bahwa siswa yang mendengarkan musik rock hanya membutuhkan sedikit kerja otak untuk mengerjakan tugas dengan baik. Selain itu, musik rock dapat meningkatkan produtivitas ketika sedang bekerja. Beberapa contoh musik rock yang layak didengarkan (vatonie collection) seperti Dream Theater, Rush, Hammerfall, Scorpion, SOAD, The Queen, dll (Natalie, 2000).
3. Klasik
Manfaat-manfaat musik klasik sudah banyak diketahui terutama Efek Mozart. Terlepas dari banyaknya pro dan kontra tentang Efek Mozart ini, beebrapa penelitian menunjukkan bahwa musik Mozart bermanfaat dalam bidang kesehatan. Samuel Halim dalam penelitiannya menemukan bahwa efek Mozart dapat membantu penyembuhan penyakit Alzheimer (sakit yang biasa diderita oleh lanjut usia ditandai dengan susah berjalan, bicara). Penelitian lain yang dilakukan oleh Campbell menemukan bahwa musik klasik bisa membantu penyembuhan penyakit-penyakit, seperti stress, kanker, dyslexia, dan tekanan darah tinggi. Beberapa contoh musik klasik yang layak didengarkan (vatonie collection): The Ultimate Mozart Album, Maksim, The Most Relaxing Classical Album in The World Ever, dll (Natalie, 2000).
Peneliti dari Skotlandia, Maxwell, juga sukses melakukan terapi penyembuhan epilepsi, lumpuh, depresi, bahkan beberapa jenis demam dengan permainan musik. Secara psikologis, pengaruh penyembuhan musik pada tubuh adalah pada kemampuan saraf menangkap efek akustik. Kemudian dilanjutkan dengan respon tubuh terhadap gelombang musik yaitu dengan meneruskan gelombang tersebut ke seluruh sistem kerja tubuh (Natalie, 2000).
Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuai dengan keinginan, seperti musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra, dan musik modern lainnya (Potter, 2005). Tapi tak semua jenis musik memberi efek terapi penyembuhan. Beberapa penelitian menyebut musik klasik dan musik tradisional memberi pengaruh paling baik. Musik pop dan musik berirama dinamis justru disebut tak memiliki efek positif. Sedangkan musik keras seperti rock atau hip hop justru merusak karena mempengaruhi emosi (Natalie, 2000).

2.3.3  Terapi Musik pada Autism
Musik  mampu mempengaruhi perkembangan intelektual dan membuat anak autism pintar bersosialisasi. Hal ini sesuai dengan adanya beberapa penelitian yang dilakukan pakar musik maupun pendidik anak di dunia tentang efek positif yang dikeluarkan oleh suara musik.
Menurut psikolog anak Hermin R. Seviana, Psi, terapi musik memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan pengalaman emosi, integrasi dan kemampuan mengendalikan diri seorang anak autism. Terapi musik merupakan penggunaan dari suara dan musik dalam proses membina hubungan antara anak dengan terapis, yang ditujukan untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan fisik, mental, sosial dan emosional anak. Hal ini merupakan cara yang efisien dan tepat dalam mengembangkan kapasitas emosional, empati, kerja sama, belajar dan interaksi sosial serta komunikasi pada anak autism (Denny, 2008).
Terapi musik dapat dijadikan sebagai terapi wicara (menyanyi), terapi okupasi (memegang alat musik), terapi fisik (berlatih menggerakkan tubuh), terapi sosial (berinteraksi dengan teman), terapi bermain (bermain musik), terapi perilaku (latihan musik), terapi perkembangan (memilih alat musik yang disukai) dan terapi visual (melihat alat musik langsung). Terapi musik memiliki efek terapi dan motivasi dimana musik digunakan untuk mempengaruhi emosi dan memberikan stimulus serta komunikasi emosional kepada anak. Terapi musik ini juga dapat diberikan kepada semua penderita autis dari berbagai umur yang memiliki gangguan dengan emosi, kognitif, fisik dan gangguan sensorinya. Musik dapat mempengaruhi dan mendukung anak untuk terlibat secara spontan dalam interaksi dengan orang lain. Anak autis dengan mendengarkan musik mendapatkan perasaan aman dan bebas dari lingkungannya. Adapun tujuan utama dari terapi musik adalah untuk menciptakan pengalaman anak dalam berinteraksi, mengembangkan ekspresi self-other melalui keterlibatan emosional, dan meningkatkan komunikasi anak (Denny, 2008).
Terapi musik memberikan dasar mengenai apa yang harus dilakukan manusia dalam berinteraksi dengan orang lain, selain itu juga menawarkan konteks di mana motivasi dari diri dapat dikembangkan. Dengan demikian, musik dapat memiliki pengaruh dalam perkembangan mental anak yang mengalami gangguan autism (Nathalie, 2000).

2.3.4 Terapi Musik pada Emosi Anak Autism
Musik yang bagus akan menghasilkan ‘mood’ dan emosi yang bagus. Karena dia dapat dianalisa secara matematis, dan logis, maka manusia dapat mengembangkan musik itu lebih baik atau creativity (Rahmintama, 2009). Musik dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala aspek perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (EQ) (Denny, 2008).
Musik menghasilkan gelombang Alfa yang menenangkan yang dapat merangsang sistem limbik jaringan neuron otak. Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) dan Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antar neuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak. Gordon Shaw (1996) dalam newsweek (1996) mengatakan kecakapan dalam bidang yakni matematika, logika, bahasa, musik dan emosi bisa dilatih sejak kanak-kanak melalui musik (Nathalie, 2000).
Penelitian Blackstock (1978), menunjukkan bahwa anak-anak dengan autism mampu mengeskpresikan emosi dengan musik melalui gerakan ekspesif serta meningkatkan kemampuan anak-anak autis untuk pemahaman emosi.

2.3.5 Lagu Anak Sebagai Terapi Musik Autism
Dalam pemberian terapi akademis hendaknya bisa digabungkan dengan terapi musik agar hasil yang didapatkan jauh lebih baik, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan hafalan huruf, hitungan, nama nama warna dan anggota badan dalam bentuk lagu atau syair (Agustin, 2005). Dengan menggunakan lagu anak-anak, anak autism juga akan ikut berpatisipasi dalam menyanyikan lagu tersebut. Rumah Autism, sebuah lembaga yang menjadi tempat anak autis menggunakan lagu anak-anak untuk proses pembelajaran anak autis. Seperti lagu karya Ibu Sud tahun 1942 yang berjudul Menanam Jagung ini:
Ayo kawan kita bersama
Menanam jagung di kebun kita
Ambil cangkulmu, ambil pangkurmu
Kita bekerja tak jemu-jemu
Cangkul cangkul cangkul yang dalam
Tanah yang longgar jagung kutanam
Beri pupuk supaya subur
Tanamkan benih dengan teratur
Jagungnya besar lebat buahnya
Tentu berguna bagi semua
Cangkul cangkul aku gembira
Menanam jagung di kebun kita
Lagu tersebut menjadi terapi musik bagi autism dalam proses pembelajaran mereka ketika mulai mengenal jenis tanaman, lalu menanam hingga memetik hasilnya (Budiman, 2006).
Selain itu, penggunaan lagu anak yang berjudul Topi saya bundar:
Topi saya  bundar
Bundar topi saya
Kalau tidak bundar
Bukan topi saya
digunakan terapis untuk mengenalkan bentuk bangun lingkaran kepada anak autism. Dengan iringan musik, terapis menjadi lebih mudah untuk mengenalkan berbagai macam benda kepada anak autism. Seperti halnya dengan pengenalan bentuk bangun, anak autism kesulitan untuk mengenal warna. Selain menggunakan alat pewarna, terapis menggunakan lagu anak berjudul Balonku untuk mengenalkan warna pada anak autism:
Balonku ada lima
Rupa rupa warnanya
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru
Meletus balon hijau
Door….
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal empat
Kupegang erat-erat
Terapi musik menggunakan lagu anak adalah suatu kegiatan dalam belajar yang mempergunakan musik untuk mencapai tujuan-tujuan seperti merubah tingkah laku, menjaga dan memelihara agar tingkah laku atau kemampuan yang telah dicapai tidak mengalami kemunduran, mengembangkan kesehatan fisik dan mental. Tujuan digunakannya terapi musik pada gangguan autisme adalah membantu penyandang autis agar dapat berperilaku wajar dengan menggunakan suatu pendekatan yang menyenangkan bagi mereka (Yulianti, 2009).
Terapi musik menggunakan lagu anak dapat membuat anak autism menikmati hidup dari kondisinya yang terisolasi menjadi berinteraksi dan meningkatkan perkembangan emosi sosial anak (Yulianti, 2009).

2.3.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai terapi musik telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh (Dwi Agustin 2005), tentang efektivitas terapi musik bagi peningkatan penguasaan keterampilan berkomunikasi pada anak penyandang autisme. Dalam penelitian tersebut dia melakukan eksperimen dengan empat orang anak penyandang autis murni. Eksperimen dilaksanakan selama satu bulan, dalam 12 kali pertemuan yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: tahap awal (pengukuran awal dan observasi klien), tahap perlakuan (pemberian terapi musik), dan tahap akhir (evaluasi). Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun peningkatan yang terjadi tidak signifikan namun keterampilan komunikasi pada penyandang autisme mengalami perkembangan setelah diberikan terapi musik, selain itu juga terjadi penurunan gejala gangguan kualitatif komunikasi yaitu pengulangan kata atau kalimat secara terus menerus telah berkurang tingkat kemunculannya.
Menurut Agustin, dalam pemberian terapi akademis hendaknya bisa digabungkan dengan terapi musik agar hasil yang didapatkan jauh lebih baik, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan hafalan huruf, hitungan, nama nama warna dan anggota badan dalam bentuk lagu atau syair.
Penelitian lain tentang terapi musik juga pernah dilakukan oleh Staum, dalam penelitian tersebut anak autis dikenalkan dengan alat musik tambourin dan irama tepukan dengan kata-kata “Siapa namamu?”. Dengan cara ini anak autis belajar sekaligus irama dan ketukan sebagai kata benda atau kata kerja dengan melodi yang sederhana. Selain itu terapis juga memanipulasi boneka dalam berbagai gerakan sambil menyanyi mengenai apa saja yang dikerjakan oleh boneka, sehingga anak autis akan memperhatikan musik, boneka, dan sekaligus mempelajari kata dan frase kata kerja yang benar.
Menurut Staum 2008, anak autis yang sedang mengembangkan kemampuan bahasa sering berbicara secara monoton dan infleksi bahasanya sulit untuk  ditangkap. Dengan bantuan lagu-lagu yang disusun sesuai kekurangan tersebut anak dapat dibantu memperlancar kemampuan bicaranya, musik dapat menghapuskan secara bertahap ketidakmampuan bicara serta membekas pada anak dengan suara bicara yang alamiah, sehingga bila anak lupa cara mengucapkan kalimat dengan benar, maka ia akan dengan cepat mengingat lagunya.
Penelitian yang dilakukan oleh Angelina tentang pengaruh musik klasik Mozart terhadap pemusatan perhatian pada anak autism. Dari penelitian yang dilaksanakan selama satu bulan, dalam 12 kali pertemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian terapi musik klasik Mozart selama 15 menit dapat memberi pengaruh dalam perkembangan aspek pemusatan perhatian pada anak autism.
Menurut Angelina 2011, perilaku anak dengan autisme dalam tugas-tugas kewaspadaan yang tidak banyak melibatkan pergeseran perhatian (seperti kontak mata atau menunjuk benda) adalah normal, meskipun pada hakekatnya potensi ini berkurang pada anak autis. Sehingga, perilaku memulai perhatian bersama pada anak autis dapat muncul lebih sering pada anak normal, tetapi mereka melakukannya dalam cara yang tidak khas (atipikal).
Ketiga penelitian di atas sama-sama meneliti tentang terapi musik, hanya saja variabel yang dipengaruhi berbeda, penelitian memiliki subjek yang sama yaitu anak autis, penelitian Agustin lebih difokuskan pada kemampuan berkomunikasi anak autis, sedangkan Staum selain pada kemampuan berkomunikasi juga pada peningkatan memori pada anak autis, dan Angelina difokuskan pada pemusatan perhatian anak autism.
Pada penelitian ini lebih difokuskan pada pemanfaatan musik untuk pemahaman emosi pada anak autis, karena anak autis mempunyai kelemahan untuk dapat mengenali emosi dasar (Happines, Anger, Sadness, Surprise, Fear, Disgust) melalui ekspresi wajah. Tidak hanya pada saat mencocokkan gambar ekspresi wajah, tetapi juga saat menamai masing-masing ekspresi tersebut. Dengan demikian posisi penelitian ini adalah untuk melengkapi dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penelitian sebelumnya.

1 komentar:

  1. Katanya musik instrument sangat baik untuk diperdengarkan pada bayi yang masih dalam kandungan. Apa betul itu?

    BalasHapus