Terapi musik adalah
suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik
untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan
kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (AMTA, 1997).
Potter (2001), mendefinisikan terapi musik sebagai teknik
yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau
irama tertentu (Natalie, 2000).
Federasi Terapi Musik Dunia (WMFT, 1996) mendefinisikan terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, meningkatkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai berbagai tujuan terapi lainnya (Djohan, 2006)
Menyebutkan
bahwa terapi musik adalah penggunaan musik sebagai alat terapi untuk
memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan keadaan mental, fisik dan emosi.
Terapi musik juga cara yang mudah yang bermanfaat positif bagi tubuh, psikis,
serta meningkatkan daya ingat dan hubungan sosial (Natalie, 2000).
2.3.1
Manfaat Terapi Musik
Manfaat terapi musik
untuk kesehatan dan fungsi kerja otak telah diketahui sejak zaman. Para dokter
di masa Yunani dan Romawi Kuno menganjurkan metode penyembuhan dengan
mendengarkan permainan alat musik seperti harpa atau flute. Penelitian tentang
efek-efek positif dari mendengarkan jenis-jenis musik tertentu. Diantaranya:
1. Jazz
Penelitian oleh Blaum pada tahun 2003 mendapatkan hasil bahwa
setelah para siswa mendengarkan musik jazz, mod mereka menjadi lebih enak,
sehingga membantu para siswa untuk belajar. Hasil penelitian ini kemudian
diterapkan oleh Norman L. Barber dan Jameson L. barber dengan memberikan CD Jazz for Success pada mahasiswa tingkat pertama
Universitas Massachusetts. Mereka memberikan CD tersebut dengan tujuan agar
mahasiswa tingkat satu dapat mengatasi emosi negatif (marah, cemas, depresi,
takut) karena sulit menyesuaikan diri dengan dunia perkuliahan. Beberapa contoh
musik jazz yang layak didengarkan (vatonie collection) seperti Norah
Jones, Natalie Cole, Nat King Cole, dll (Natalie, 2000).
2. Rock
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Leigh Riby dan George
Caldwell, Psikolog dari Glasgow Cladenian University membuktikan bahwa siswa
yang mendengarkan musik rock hanya membutuhkan sedikit kerja otak untuk
mengerjakan tugas dengan baik. Selain itu, musik rock dapat meningkatkan
produtivitas ketika sedang bekerja. Beberapa contoh musik rock yang layak didengarkan
(vatonie collection) seperti Dream Theater, Rush, Hammerfall,
Scorpion, SOAD, The Queen, dll (Natalie, 2000).
3. Klasik
Manfaat-manfaat musik klasik sudah banyak diketahui terutama Efek Mozart. Terlepas dari
banyaknya pro dan kontra tentang Efek Mozart ini, beebrapa penelitian menunjukkan
bahwa musik Mozart bermanfaat dalam bidang kesehatan. Samuel Halim dalam
penelitiannya menemukan bahwa efek Mozart dapat membantu penyembuhan penyakit
Alzheimer (sakit yang biasa diderita oleh lanjut usia ditandai dengan susah
berjalan, bicara). Penelitian lain yang dilakukan oleh Campbell menemukan bahwa musik klasik bisa
membantu penyembuhan penyakit-penyakit, seperti stress, kanker, dyslexia, dan
tekanan darah tinggi. Beberapa contoh musik klasik yang layak didengarkan (vatonie
collection): The Ultimate Mozart Album, Maksim, The Most Relaxing
Classical Album in The World Ever, dll (Natalie, 2000).
Peneliti dari Skotlandia, Maxwell, juga sukses melakukan
terapi penyembuhan epilepsi, lumpuh, depresi, bahkan beberapa jenis demam
dengan permainan musik. Secara psikologis, pengaruh penyembuhan musik pada
tubuh adalah pada kemampuan saraf menangkap efek akustik. Kemudian dilanjutkan
dengan respon tubuh terhadap gelombang musik yaitu dengan meneruskan gelombang
tersebut ke seluruh sistem kerja tubuh (Natalie, 2000).
Jenis musik yang digunakan dalam terapi musik dapat disesuai
dengan keinginan, seperti musik klasik, intrumentalia, slow music, orkestra,
dan musik modern lainnya (Potter, 2005). Tapi tak semua jenis musik memberi
efek terapi penyembuhan. Beberapa penelitian menyebut musik klasik dan musik
tradisional memberi pengaruh paling baik. Musik pop dan musik berirama dinamis
justru disebut tak memiliki efek positif. Sedangkan musik keras seperti rock
atau hip hop justru merusak karena mempengaruhi emosi (Natalie, 2000).
2.3.3 Terapi Musik pada Autism
Musik mampu mempengaruhi
perkembangan intelektual dan membuat anak autism pintar bersosialisasi. Hal ini
sesuai dengan adanya beberapa penelitian yang dilakukan pakar musik maupun
pendidik anak di dunia tentang efek positif yang dikeluarkan oleh suara musik.
Menurut psikolog anak Hermin R. Seviana, Psi, terapi musik
memiliki peranan yang penting dalam mengembangkan pengalaman emosi, integrasi dan kemampuan mengendalikan diri seorang anak autism. Terapi musik
merupakan penggunaan dari suara dan musik dalam proses membina hubungan antara
anak dengan terapis, yang ditujukan untuk mendukung dan meningkatkan kemampuan
fisik, mental, sosial dan emosional anak. Hal ini merupakan cara yang efisien
dan tepat dalam mengembangkan kapasitas emosional, empati, kerja sama, belajar
dan interaksi sosial serta komunikasi pada anak autism (Denny,
2008).
Terapi musik
dapat
dijadikan sebagai terapi wicara (menyanyi), terapi okupasi (memegang alat
musik), terapi fisik (berlatih menggerakkan tubuh), terapi sosial (berinteraksi
dengan teman), terapi bermain (bermain musik), terapi perilaku (latihan musik),
terapi perkembangan (memilih alat musik yang disukai) dan terapi visual
(melihat alat musik langsung). Terapi musik memiliki efek terapi dan motivasi dimana musik digunakan
untuk mempengaruhi
emosi dan memberikan stimulus serta komunikasi emosional kepada anak. Terapi
musik ini juga dapat diberikan kepada semua penderita autis dari berbagai umur
yang memiliki gangguan dengan emosi, kognitif, fisik dan gangguan sensorinya. Musik
dapat mempengaruhi
dan mendukung anak untuk terlibat secara spontan dalam interaksi dengan orang
lain. Anak autis dengan mendengarkan musik mendapatkan perasaan aman dan bebas
dari lingkungannya. Adapun tujuan utama dari terapi musik adalah untuk
menciptakan pengalaman anak dalam berinteraksi, mengembangkan ekspresi self-other
melalui keterlibatan emosional, dan meningkatkan komunikasi anak (Denny,
2008).
Terapi musik memberikan dasar mengenai apa yang harus
dilakukan manusia dalam berinteraksi dengan orang lain, selain itu juga
menawarkan konteks di mana motivasi dari diri dapat dikembangkan. Dengan demikian, musik dapat
memiliki pengaruh dalam perkembangan mental anak yang mengalami gangguan autism
(Nathalie, 2000).
2.3.4 Terapi Musik pada Emosi
Anak Autism
Musik yang bagus akan menghasilkan ‘mood’ dan emosi yang
bagus. Karena dia dapat dianalisa secara matematis, dan logis, maka manusia
dapat mengembangkan musik itu lebih baik atau creativity (Rahmintama, 2009). Musik
dapat memberikan rangsangan-rangsangan yang kaya untuk segala aspek
perkembangan secara kognitif dan kecerdasan emosional (EQ) (Denny,
2008).
Musik menghasilkan gelombang Alfa yang menenangkan yang dapat
merangsang sistem limbik jaringan neuron otak. Hasil penelitian Herry Chunagi
(1996) dan Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada
sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada
rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan
neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak.
Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antar neuron
itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa,
musik, dan emosi pada anak. Gordon Shaw (1996) dalam newsweek (1996) mengatakan
kecakapan dalam bidang yakni matematika, logika, bahasa, musik dan emosi bisa
dilatih sejak kanak-kanak melalui musik (Nathalie, 2000).
Penelitian Blackstock (1978), menunjukkan bahwa anak-anak
dengan autism mampu mengeskpresikan emosi dengan musik melalui gerakan ekspesif
serta meningkatkan kemampuan anak-anak autis untuk pemahaman emosi.
2.3.5 Lagu Anak Sebagai
Terapi Musik Autism
Dalam
pemberian terapi akademis hendaknya bisa digabungkan dengan terapi musik agar hasil yang
didapatkan jauh lebih baik, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan hafalan
huruf, hitungan, nama nama warna dan anggota badan dalam bentuk lagu atau syair
(Agustin, 2005). Dengan
menggunakan lagu anak-anak, anak autism juga akan ikut berpatisipasi dalam
menyanyikan lagu tersebut. Rumah
Autism, sebuah lembaga yang menjadi tempat anak autis menggunakan lagu
anak-anak untuk proses pembelajaran anak autis. Seperti lagu karya Ibu Sud tahun
1942 yang berjudul Menanam Jagung ini:
Ayo
kawan kita bersama
Menanam
jagung di kebun kita
Ambil
cangkulmu, ambil pangkurmu
Kita
bekerja tak jemu-jemu
Cangkul
cangkul cangkul yang dalam
Tanah
yang longgar jagung kutanam
Beri
pupuk supaya subur
Tanamkan
benih dengan teratur
Jagungnya
besar lebat buahnya
Tentu
berguna bagi semua
Cangkul
cangkul aku gembira
Menanam
jagung di kebun kita
Lagu tersebut menjadi terapi musik bagi
autism dalam proses pembelajaran mereka ketika mulai mengenal jenis
tanaman, lalu menanam hingga memetik hasilnya (Budiman, 2006).
Selain itu, penggunaan lagu anak yang berjudul Topi saya bundar:
Topi saya bundar
Bundar topi saya
Kalau tidak bundar
Bukan topi saya
digunakan terapis
untuk mengenalkan bentuk bangun lingkaran kepada anak autism. Dengan iringan
musik, terapis menjadi lebih mudah untuk mengenalkan berbagai macam benda
kepada anak autism. Seperti halnya dengan pengenalan bentuk bangun, anak autism
kesulitan untuk mengenal warna. Selain menggunakan alat pewarna, terapis
menggunakan lagu anak berjudul Balonku untuk mengenalkan warna pada anak autism:
Balonku ada lima
Rupa rupa warnanya
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru
Meletus balon hijau
Door….
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal empat
Kupegang erat-erat
Terapi
musik menggunakan lagu anak adalah suatu kegiatan dalam belajar yang
mempergunakan musik untuk mencapai tujuan-tujuan seperti merubah tingkah laku,
menjaga dan memelihara agar tingkah laku atau kemampuan yang telah dicapai
tidak mengalami kemunduran, mengembangkan kesehatan fisik dan mental. Tujuan
digunakannya terapi musik pada gangguan autisme adalah membantu penyandang
autis agar dapat berperilaku wajar dengan menggunakan suatu pendekatan yang menyenangkan bagi mereka (Yulianti, 2009).
Terapi musik menggunakan lagu anak dapat membuat anak autism menikmati
hidup dari kondisinya yang terisolasi menjadi berinteraksi dan meningkatkan
perkembangan emosi sosial anak (Yulianti, 2009).
2.3.6
Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai
terapi musik telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan oleh (Dwi Agustin 2005), tentang efektivitas terapi musik bagi
peningkatan penguasaan keterampilan berkomunikasi pada anak penyandang
autisme. Dalam penelitian tersebut dia melakukan eksperimen dengan empat orang anak
penyandang autis murni. Eksperimen dilaksanakan selama satu bulan, dalam 12
kali pertemuan yang terbagi menjadi tiga tahap, yaitu: tahap awal (pengukuran awal
dan observasi klien), tahap perlakuan (pemberian terapi musik), dan tahap akhir (evaluasi).
Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa walaupun peningkatan yang terjadi tidak
signifikan namun keterampilan komunikasi pada penyandang autisme mengalami
perkembangan setelah diberikan terapi musik, selain itu juga terjadi penurunan gejala
gangguan kualitatif komunikasi yaitu pengulangan kata atau kalimat secara
terus menerus telah
berkurang
tingkat kemunculannya.
Menurut Agustin, dalam
pemberian terapi akademis hendaknya bisa digabungkan dengan terapi musik agar
hasil yang didapatkan jauh lebih baik, hal ini bisa dilakukan dengan memberikan
hafalan huruf, hitungan, nama nama warna dan anggota badan dalam bentuk
lagu atau syair.
Penelitian lain tentang
terapi musik juga pernah dilakukan oleh Staum, dalam penelitian tersebut anak autis dikenalkan
dengan alat musik tambourin
dan
irama tepukan dengan kata-kata “Siapa namamu?”. Dengan cara ini anak autis belajar sekaligus
irama dan ketukan sebagai kata benda atau kata kerja dengan melodi yang
sederhana. Selain itu terapis juga memanipulasi boneka dalam berbagai
gerakan sambil menyanyi mengenai apa saja yang dikerjakan oleh boneka,
sehingga anak autis akan memperhatikan musik, boneka, dan sekaligus mempelajari
kata dan frase kata kerja yang
benar.
Menurut Staum 2008,
anak autis yang sedang mengembangkan kemampuan bahasa sering berbicara secara monoton
dan infleksi bahasanya sulit untuk
ditangkap. Dengan bantuan lagu-lagu yang disusun sesuai kekurangan
tersebut anak dapat dibantu memperlancar kemampuan bicaranya, musik dapat menghapuskan
secara bertahap ketidakmampuan bicara serta membekas pada anak dengan suara
bicara yang alamiah, sehingga bila anak lupa cara mengucapkan kalimat dengan
benar, maka ia akan dengan cepat mengingat lagunya.
Penelitian yang
dilakukan oleh Angelina tentang pengaruh musik klasik Mozart terhadap pemusatan
perhatian pada anak autism. Dari penelitian yang dilaksanakan selama satu
bulan, dalam 12 kali pertemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian
terapi musik klasik Mozart selama 15 menit dapat memberi pengaruh dalam
perkembangan aspek pemusatan perhatian pada anak autism.
Menurut
Angelina 2011, perilaku anak dengan autisme dalam tugas-tugas kewaspadaan yang
tidak banyak melibatkan pergeseran perhatian (seperti kontak mata atau menunjuk
benda) adalah normal, meskipun pada hakekatnya potensi ini berkurang pada anak
autis. Sehingga, perilaku memulai perhatian bersama pada anak autis dapat
muncul lebih sering pada anak normal, tetapi mereka melakukannya dalam cara
yang tidak khas (atipikal).
Ketiga penelitian di
atas sama-sama meneliti tentang terapi musik, hanya saja variabel yang
dipengaruhi berbeda, penelitian memiliki subjek yang sama yaitu anak autis,
penelitian Agustin lebih difokuskan pada kemampuan berkomunikasi anak autis,
sedangkan Staum selain pada kemampuan berkomunikasi juga pada peningkatan
memori pada anak autis, dan Angelina difokuskan pada pemusatan perhatian anak
autism.
Pada penelitian ini
lebih difokuskan pada pemanfaatan musik untuk pemahaman emosi pada anak autis,
karena anak autis mempunyai kelemahan untuk dapat mengenali emosi dasar (Happines,
Anger, Sadness, Surprise, Fear, Disgust) melalui ekspresi wajah. Tidak
hanya pada saat mencocokkan gambar ekspresi wajah, tetapi juga saat menamai
masing-masing ekspresi tersebut. Dengan demikian posisi penelitian ini adalah
untuk melengkapi dan memberikan sumbangan pemikiran terhadap penelitian
sebelumnya.
Katanya musik instrument sangat baik untuk diperdengarkan pada bayi yang masih dalam kandungan. Apa betul itu?
BalasHapus